KEPAHLAWANAN otomatis mengandung keteladanan. Sebaliknya, keteladanan saja tidak cukup untuk menjadi pahlawan. Yang menyedihkan ialah jika sebuah bangsa bukan saja kehilangan kepahlawanan, tetapi juga kehilangan keteladanan.
Dulu kepahlawanan dipicu oleh antikolonialisme. Ada musuh bersama yang tampak nyata di depan mata. Dialah sang penjajah. Mengusir penjajah, merebut kemerdekaan, itulah kepahlawanan.
Kepahlawanan adalah pengorbanan. Yang dikorbankan jiwa dan raga. Yang diberikan bukan hanya harta, tetapi juga darah dan nyawa. Sangat heroik!
Sekarang kemiskinan dan kebodohan boleh dibilang sebagai kolonialisme baru bagi Indonesia dengan aktor utama negara dengan segala elitismenya. Karena itu kepahlawanan masa kini adalah heroisme melawan kemiskinan dan kebodohan. Melawan musuh yang ada di dalam diri sendiri.
Kalau dulu kita butuh pahlawan untuk melawan penjajah, sekarang kita butuh pahlawan untuk melawan diri sendiri.
Dengan penuh hormat kepada seluruh pahlawan kemerdekaan, sekarang harus kita katakan bahwa melawan diri sendiri ternyata jauh lebih sulit dibanding melawan musuh di luar diri. Sebab, sejauh ini ada tanda-tanda kuat, sangat kuat, bangsa ini kalah melawan dirinya sendiri!
Dulu melawan penjajah ada kesatuan hati dan pikiran yang sangat hebat. Ada konsistensi yang luar biasa antara perkataan dan perbuatan. Maka, hasilnya pun spektakuler, dengan bambu runcing penjajah dapat ditaklukkan.
Namun sekarang justru kesatuan hati dan pikiran itu yang lenyap. Sekarang tiada lagi konsistensi perkataan dan perbuatan. Yang bersemi dan tumbuh subur adalah kemunafikan dan kerakusan. Yang diteladani adalah koruptor.
Bahkan, koruptor merupakan pahlawan bagi anak dan cucu sampai keturunan yang ketujuh. Itulah sebabnya, korupsi bukan berkurang, apalagi habis, tetapi malah semakin berkembang biak.
Dulu kita memerlukan revolusi fisik untuk mengusir kolonialisme. Penjajah dilumpuhkan dengan perang gerilya, yang sepenuhnya mendapatkan dukungan dari rakyat.
Sekarang bangsa ini memerlukan revolusi mentalitas. Revolusi yang membersihkan hati dan pikiran dari kerakusan dan pembodohan. Revolusi yang menyatukan perkataan dan perbuatan. Revolusi yang membuat orang Indonesia kembali memiliki rasa malu. Yaitu, malu sebagai bangsa yang paling korup di jagat.
Untuk menumbuhkan kembali rasa malu yang hilang itu jelas diperlukan keteladanan. Tetapi keteladanan saja tidak cukup. Sebab, adalah fakta bahwa orang yang bersih pun lambat atau cepat ikut menjadi kotor. Semua yang bersuara hendak memperbaiki dari dalam, kecenderungannya berakhir dengan larut di dalam sistem yang korup.
Reformasi bahkan hanya menghasilkan pahlawan-pahlawan palsu dan kesiangan yang menjadi reformis dengan cara mencuri di tikungan. Dan bangga dengan semua kepalsuan itu. Tidak usah heran jika menyebut reformasi pun kita sekarang malu.
Bangsa ini merindukan pahlawan masa kini untuk masa depan. Pahlawan yang memimpin revolusi mental untuk mengalahkan diri sendiri yang bodoh, rakus, hipokrit, dan korup.
sumber : media Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar