APBN Perubahan atau APBN-P 2008 bisa semakin rapuh jika upaya stabilisasi ekonomi yang dilakukan Pemerintah Amerika Serikat tidak berhasil maksimal, dan harga minyak mentah serta komoditas di pasar dunia terus meningkat. Artinya, kesuksesan APBN-P 2008 dalam menahan dampak krisis global dipengaruhi oleh perbaikan ketiga faktor itu.
Itu dimungkinkan karena pemulihan perekonomian Amerika Serikat akan menarik uang yang ditanamkan di pasar komoditas untuk kembali ke pasar modal. Jika itu terjadi, tekanan atas harga komoditas pangan akan turun dan spekulasi harga minyak mereda.
Demikian diungkapkan ekonom Dradjad H Wibowo, Kamis (10/4) di Jakarta. ”Jadi, masa krusialnya tiga bulan ke depan,” ujar Dradjad. Ia menambahkan, jalan keluarnya adalah mengendalikan pengeluaran pemerintah ke titik terendah. Ini diperlukan agar defisit APBN-P 2008 bisa ditekan lebih rendah dari target 2,1 persen atas produk domestik bruto (PDB). Jika perlu ke level 1,5 persen PDB.
Kalau defisit bisa dikendalikan, kebutuhan pemerintah untuk menerbitkan obligasi bisa dikurangi. Jika kebutuhan obligasi dikurangi, kepercayaan terhadap APBN pun akan pulih.
”Sekarang kepercayaan terhadap APBN merosot karena pelaku pasar melihat porsi anggaran subsidinya terlalu besar, dan itu semua dibiayai penerbitan obligasi. Padahal, pasar obligasi sedang sulit,” ujar Dradjad.
Konyol
Sementara opsi untuk menambah pembiayaan defisit dari utang luar negeri, menurut Dradjad, merupakan kebijakan konyol. Indonesia tidak mungkin mendapatkan pinjaman lunak tanpa disertai persyaratan berat termasuk dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, dan Jepang.
Syarat yang mungkin dibebankan adalah keharusan menjual badan usaha milik negara strategis. ”Jika Indonesia meminjam lagi, pasti akan mendapatkan tekanan tersebut,” ujarnya.
Total anggaran subsidi BBM ditetapkan Rp 126,82 triliun. Itu belum termasuk subsidi listrik Rp 60,29 triliun dan subsidi nonenergi Rp 47,297 triliun (subsidi pangan dan pertanian).
RUU APBN-P 2008 sendiri disetujui untuk disahkan menjadi UU dalam Sidang Paripurna DPR, kemarin. Di dalamnya target penerbitan neto obligasi negara ditetapkan Rp 117,79 triliun dan penarikan pinjaman luar negeri Rp 48,14 triliun.
Ketua Komite Tetap Moneter dan Fiskal Kadin Indonesia Bambang Soesatyo mengatakan, pinjaman luar negeri adalah langkah teraman daripada pemerintah harus menaikkan harga BBM. Kenaikan harga BBM hanya akan memukul pelaku usaha dan menggerus daya beli konsumen.
”Sebaiknya perketat pengendalian volume BBM bersubsidi agar tidak melampaui anggaran pengamanan risiko fiskal, Rp 13 triliun,” ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, jika harga minyak dunia terus bertahan di atas 100 dollar AS per barrel, itu akan mengancam keberlangsungan APBN-P 2008. Pemerintah akan mengamankan APBN-P dengan memotong belanja negara dan menurunkan volume BBM bersubsidi dengan sistem distribusi tertutup. ”Namun, jika tidak memadai, akan dilakukan penyesuaian harga secara selektif,” ujarnya.
Rata-rata harga minyak mentah Indonesia sejak awal 2008 di atas 90 dollar AS per barrel. Selama Januari, harga minyak mentah Indonesia berada di posisi 92,53 dollar AS per barrel, bahkan Maret bercokol di posisi 103,11 dollar AS per barrel.
sumber :kompas.com (OIN/DOT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar