Google
 

Selasa, 08 April 2008

Pasar Menolak Boediono Conflict of Interest

Ditulis oleh : Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis

DIPILIHNYA Boediono yang merupakan bagian dari birokrasi pemerintah sebagai calon Gubernur Bank Indonesia satu-satunya jelas merupakan langkah yang sangat keliru. Masyarakat disuguhkan pemerintah bahwa seakan-akan pemerintah sudah meniru langkah sistem pemilihan gubernur bank sentral secara tepat seperti di Amerika Serikat dan Uni Eropa, yakni presiden selalu memilih satu calon saja. Namun, tentu ada perbedaan dengan kondisi di Indonesia. Pertama, hingga saat ini justru terkesan pemerintah telah dianggap panik oleh pasar setelah kedua calonnya ditolak DPR dan, kedua, pemerintah dianggap pasar terus berupaya mengooptasi Bank Indonesia sehingga akhirnya rupiah dan indeks harga saham gabungan Bursa Efek Indonesia terus memperlihatkan kecenderungan yang menurun. Sejak nama Boediono dicalonkan sebagai Gubernur Bank Indonesia oleh pemerintah, indeks harga saham gabungan Bursa Efek Indonesia terus mengalami koreksi sangat tajam, dari Jumat (28 Maret 2008) sebesar 2.477 turun menjadi 2.447 (Senin, 31 Maret 2008) kemudian turun lagi menjadi 2.393 (Selasa, 1 April) dan 2.342 (Rabu, 2 April). Sementara itu, tidak ada satu pun bursa saham negara tetangga yang mengalami keterpurukan harga secara tajam dan terus-menerus seperti yang dialami Bursa Efek Indonesia. Jelas bahwa nama Boediono sangatlah tidak diharapkan pasar! Pasar sudah muak dengan cara-cara pemerintah dalam rangka mengooptasi Bank Indonesia, selain prestasi Boediono sendiri yang dianggap buruk oleh pasar.

Yang perlu juga diperhatikan adalah adanya potensi conflict of interest. Justru karena conflict of interest itu, Ketua Fed dan ECB tidak pernah dijabat seseorang yang pernah menjadi menteri. Sekali lagi, perlu diingat bahwa Boediono selain pernah menjadi birokrat di Bappenas, Bank Indonesia, hingga menjadi menteri keuangan dan saat ini masih menjabat Menko Perekonomian sehingga sangat berpotensi memiliki konflik kepentingan yang sangat besar jika dipaksakan menjadi Gubernur Bank Indonesia.

Di Jepang hingga saat ini penolakan oposisi terhadap calon gubernur bank sentral pilihan pemerintah juga karena masalah independensi dari calon tersebut. Di sinilah pemerintahan SBY tidak paham dengan esensi dan filosofi bank sentral yang independen. Dengan demikian, dapatlah diduga bahwa mulai paruh kedua 2008 hingga Pemilu 2009 akan diwarnai kebijakan tingkat suku bunga Bank Indonesia yang relatif bersifat prosiklis sehingga inflasi pada 2008 dan 2009 diperkirakan akan berada di luar target yang telah ditetapkan. Dengan situasi perekonomian dunia yang masih ditandai tingginya harga energi, komoditas, dan makanan, dapat dipastikan bahwa ancaman spiral inflation menjadi sangat serius sifatnya. Separabilitas antara harga modal, tenaga kerja, tanah, dan profit akan sangat menentukan tingkat dari kegagalan Bank Indonesia dalam mengantisipasi inflasi sehingga Bank Indonesia pada akhirnya terjebak kepada fungsi sebagai 'pemadam kebakaran' ketimbang fungsi preventif sebagai 'jangkar' dari ekspektasi inflasi itu sendiri. Dengan masuknya Boediono sebagai calon Gubernur Bank Indonesia, pasar mulai melihat bahwa pemerintahlah yang berfungsi sebagai 'jangkar' dari ekspektasi inflasi dan Bank Indonesia menjadi 'pemadam kebakaran' ketika inflasi ke luar dari relnya. Perlulah diingat bahwa bank sentral yang independen secara undang-undang haruslah didukung personel, manajemen, dan organisasi yang juga independen. Karena itulah, dalam kasus pemilihan ketua bank sentral di Amerika Serikat (Fed) dan Uni Eropa (ECB), calon ketua bank sentral sebelum dipilih presiden semuanya terlebih dahulu dicalonkan pemilik dari bank sentral tersebut. Dalam kasus Fed, presiden Amerika Serikat hanyalah memilih para kandidat yang dicalonkan para pemilik dari Federal Reserve (baca: bukan pemerintah). Dengan kata lain para calon tersebut dipilih para pihak yang memang berkepentingan dengan independensi bank sentral sehingga siapa pun yang dipilih presiden Amerika Serikat merupakan pilihan yang memang independen. Namun, dalam rangka menjaga independensi Fed, opsi yang sudah dipilih presiden Amerika Serikat pun haruslah mendapatkan persetujuan Kongres (baca: DPR-nya Amerika). Jelas bahwa mekanisme lapis tiga tersebut sengaja diciptakan agar Ketua Fed merupakan ketua yang dapat menjalankan bank sentral secara independen seperti yang sudah terbukti pada terpilihnya Ketua Fed sekaliber Alan Greenspan dan Ben Bernanke. Alan Greenspan, misalnya, berani menolak permintaan Bush yang bukan hanya berasal dari partai politik yang sama, tetapi juga merupakan presiden yang memperpanjang periode Alan Greenspan menjadi Ketua Fed. Nah, situasi di Indonesia justru sangatlah berbeda. Sebagai contoh proses pemilihan Gubernur Bank Indonesia hanyalah memiliki dua lapis proses pemilihan. Akibatnya tidak terjadi check and balance dari calon Gubernur Bank Indonesia yang diajukan dan sekaligus juga dipilih presiden. Di Indonesia telah terjadi konflik kepentingan dalam proses pemilihan pada lapis pertama dan lapis kedua dalam proses pemilihan gubernur bank sentral tersebut karena semuanya dilakukan presiden. Akibatnya, tugas DPR justru akan semakin berat karena independensi Bank Indonesia dalam konteks pemilihan Gubernur Bank Indonesia sesungguhnya berada di tangan DPR. Tidaklah juga mengherankan setelah undang-undang bank sentral yang independen di Indonesia ditetapkan, semua calon Gubernur Bank Indonesia selalu ditolak DPR karena DPR memang merasakan pilihan presiden tidak independen. Misalnya kemenangan Burhanudin Abdullah disebabkan ia bukan calon yang dijagokan Megawati dan ditolaknya Agus Marto serta Raden Pardede karena dijagokan SBY. Dengan kata lain, DPR secara tidak disadari sudah memainkan fungsi kontrolnya dalam rangka membuat Bank Indonesia sesuai dengan amanat undang-undangnya yang berlandaskan independensi tersebut. Namun, independensi Bank Indonesia tentu akan berada dalam ancaman yang sangat besar jika nantinya DPR ternyata menyetujui Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia hanya karena dianggap DPR tak ingin berkonflik dengan pemerintah. Padahal, IMF melalui Widjojo Nitisastro sangat mungkin memang merencanakan bagi Boediono untuk memegang tampuk kendali ekonomi dan moneter di Indonesia. Dengan Sri Mulyani berada pada posisi Menteri Keuangan di satu pihak dan, pada pihak lain, dengan terpilihnya Boediono sebagai Gubernur bank Indonesia, kendali IMF dan Widjojo Nitisastro pada perekonomian Indonesia tetaplah terjaga. Sejarah sudah membuktikan program ekonomi yang dijalankan Widjojo Nitisastro telah gagal sehingga membuat kebangkrutan ekonomi pada 1997 yang lalu, sementara program pemulihan oleh IMF justru semakin memperlambat perbaikan ekonomi Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain yang tak melibatkan IMF seperti Malaysia. Sejarah negara-negara Amerika Latin juga sudah membuktikan semakin taat suatu negara kepada program IMF, semakin buruk kinerja perekonomian negara-negara tersebut (Prof Rodrik dari Harvard University). Karena itu, pemilihan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh mazhab Washington Concensus dan celakanya proses pemilihan Gubernur Bank Indonesia memihak mazhab tersebut. Indikatornya adalah pencalonan Boediono ditanggapi negatif oleh pasar. Konsekuensinya, DPR harus pintar membaca keinginan pasar dan harus tegas dalam menolak Boediono agar Bank Indonesia terlepas dari intervensi IMF, Widjojo Nitisatro, dan Washington Consensus!


sumber : media Indonesia

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Analisa yang sangat dangkal yang di buat oleh seorang yang dianggap sebagai salah satu tokoh di Indonesia merupakan bukti bahwa yang namanya Achmad Deni Daruri adalah lebih cock sebagai preman politik daripada analyst. Sebagai analyst saya sangat malu dengan komentarnya mengenai penurunan indeks harga saham tanpa melihat faktor ekonomi yang terjadi pada saat itu dan pemilihan Gubernur bank sentral di United States. Komentar saya mohon Achmad Deni Daruri belajar lagi dasar-dasar ilmu ekonomi....:-)

Sponsor News


Jobs Online- Informasi Kerja Online
CO.CC:Free Domain

PageRank

eXTReMe Tracker