Google
 

Rabu, 20 Agustus 2008

Petani Karet Sumsel

GERAKAN KARET BERSIH
Mengangkat Ekonomi Petani Sumatera Selatan


Pohon-pohon yang berbaris teratur, tertata rapi dari arah mana pun kita memandang, terlihat tumbuh subur di sepanjang jalan desa. Pemandangan itu terhampar ketika kita menuju ibu kota Belitang, Gumawang, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, atau ketika kita melintas dari arah Palembang menuju Kabupaten Banyuasin. Hal serupa juga kita nikmati ketika lebih jauh lagi menelusuri wilayah terusannya yang masuk Kabupaten Muara Enim. Di dua kabupaten di atas-OKU dan Banyuasin-yang merupakan daerah baru hasil pemekaran di Sumatera Selatan (Sumsel), sekarang memang ditumbuhi dengan subur oleh pohon-pohon muda. Ada yang sudah berumur sekitar dua tahun namun ada juga yang baru berusia di bawah itu.

Berbeda dengan Muara Enim yang sudah lebih dulu dirimbuni pepohonan yang sudah menghasilkan, bahkan sudah masuk usia yang perlu peremajaan, di dua kabupaten terbatu di Sumsel itu pohon-pohon "duit" itu memang sedang mekar-mekarnya, membuat hati para "juragannya" berbunga-bunga penuh harapan.

Musin hujan yang turun terakhir menjadikan pohon-pohon ini semakin hijau, setelah sebelumnya sempat meranggas karena kekeringan. Pohon karet, tanaman yang dalam lima tahun terakhir semakin digemari para petani di Sumsel, memang kini dijadikan mata pencaharian utama oleh masyarakat setempat.

Pohon karet itu kini di Sumatera Selatan sering disebut sebagai "the golden forest". Itu tak berlebihan, karena karet memang menjadi sumber kehidupan ekonomi masyarakat petani daerah ini. Bahkan ada beberapa desa diantaranya di kabupaten Ogan Ilir-juga kabupaten pemekaran-berkat hasil karet, pada tahun 2006 lalu dicanangkan Gubernur Sumsel Syahrial Oesman sebagai desa mandiri. Masyarakat daerah ini memang makmur berkat hasil perkebunan karet.

Perkebunan karet sudah eksis berkat di banyak daerah di Sumsel sejak lama, berkat kejelian penduduk di pantai Timur Sumatera itu yang melihat peluang pasar karet di awal abad ke XX. Perkebunan karet berkembang pesat di Sumatera sejak lama, menyaingi apa yang terjadi di Kalimatan. Berbagai cara dilakukan penduduk untuk memperoleh bibit.

Selaman 30 tahun terakhir perkebunan karet di Sumsel makin meningkat. Bahkan pada tahun 2006, jumlah kebun karet rakyat sudah mencapai 959 ribu hektar, mendekati target Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel, melalui Dinas Perkebunan setempat, yang mematok target pengembangan hingga 1 juta hektar.

Karet Sumatera Selatan memang didominasi oleh perkebunan milik rakyat. Sekitar 48 persen sumber pendapatan petani Sumsel berasal dari perkebunan karet. "Jadi, bila perkebunan atau harga jual karet bermasalah, maka akan menimbulkan masalah pula bagi petani dan ekonomi Sumsel," kata Kepala Dinas Perkebunan Sumsel Ir H Samuel Chatib.

Tidaklah berlebihan jika pemerintah Samuel beranggapan demikian. Sebab jika menyimak angka realisasi ekspor komoditi karet Sumsel tahun 2006 lalu yang mencapai 762,359 juta dolar dengan volume ekspor mencapai 600 ribu ton lebih, jelas urusan karet ini tidak bisa dianggap kecil.

Kenaikan produksi yang pesat itu, adalah berkat pemilihan klon karet unggul. Tapi semua itu tak terlepas dari keseriusan petani di daerah ini mengelola, termasuk meremajakan tanaman karet. Sebab, jika tidak, mereka tentunya sudah lama pula tenggelam, sebab karet pun dalam hal usia sama halnya dengan manusia, makin tua makin tak produktif dan akhirnya mati.

Biasanya kalau pohon karet sudah berusia 25 tahun berarti harus diremajakan. Jika ingin membuat struktur tananam yang stabil, nimimal harus dilakukan peremajaan 4 persen per tahun dari luas lahan yang ada di provinsi itu. Namun dengan asumsi karet baru bisa dipanen setelah berusia 5 tahun dan paling tidak 20 persen belum berproduksi, komposisi permajaan itu menurut Dinas Perkebunans sebenarnya belum realistis. Apalagi jumlah karet tua di Sumsel mencapai 100 ribu hektar, sehingga jika terlambat melakukan program peremajaan, maka akan menurunkan produktivitas. Karena itu urusan peremajaan masih harus ditingkatkan.

Yang jadi problem sekarang, kata Samuel petani menunda-nuda peremajaan karet dengan alasan masih punya pendapatan 200 kg karet kering per tahun dari ohon-pohon yang sudah tua itu. Mereka berpikir jika diremajakan putuslah pendapatan, padahal sebenarnya kalau peremajaan dengan bibit bagus bisa mencapai produksi 1,5 ton per tahun.

Menurut, Samuel Chatib, memberikan pengertian untuk melakukan peremajaan karet memang bukan perkejaan gampang. Untuk itu pihaknya merasa perlu mendorong dengan cara membarikan insentif kepada para petani yang karetnya diremajakan. "Jadi, karena terputus pendapatannya dan mereka mau meremajakan, maka kita memberikan insentif berupa bantuan bibit dan pupuk dasar," katanya.

Sumber Ekonomi Sumselbr> Melalui program revitalisasi sektor perkebunan di Sumsel itu, Dinas terkait membuat beberapa inisiatif diantaranya mengucurkan bantuan dana revitalisasi untuk membeli pupuk lanjutan. Insentif ini, dinilai amat penting, sebab karet merupakan sumber ekonomi Sumsel.

Kebijakan lainnya adalah menggiatkan program kayu karet, bagi karet yang sudah tua. Kayu-kayu tersebut dijadikan sebagai kayu panel, MDF (kayu untuk industri furniture dan bahan bangunan), atau (vineer) yang dijadikan triplek.

Jika seorang petani karet memiliki lahan yang diremajakan seluas 1 hektar, maka dia bisa memperoleh pendapatan Rp 3 - Rp 5 juta dari proyek yang dikembangkan dinias perkembunan Sumsel tersebut.

Karet rakyat, memang tak dapat dianggap enteng dio Sumsel. Karet memegang peranan 45 persen dari perekonomian rakyat daerah ini. Karet juga berperan dalam menekan pengangguran, karena proses penyadapan hingga menghasilkan karet kering dibutuhkan tenaga kerja yang tidak sedikit. Menurut pihak dinas perkebunan, jika hasil karet kering Sumsel bisa mencapai 688 ribu ton per tahun, maka itu berarti produksi bersih 60 ribu ton per bulan. Atau sekitar 2.000 per hari karet kering. Karet itu kemudian di olah menjadi 4.000 ton atau 4 juta kilo. Itu berarti 1 orang menghasilkan 20 kilo.

Artinya ada penyerapan tenaga kerja sekitar 400 ribu orang penyadap karet. Kalau satu orang menghidupi 3-5 orang, berarti sudah 6 juta orang orang yang dihidupkan. Belum lagi tenaga pengangkut ke pabrik, yang setiap truk rata-rata 3 orang yang bekerja dan setiap hari ada sekitar 700 hingga 1000 truk yang mengangkut. Ini berarti sudah 3.000 tenaga kerja. Belum lagi mereka yang bekerja di pabrik.

Menurut Samuel, kegiatan yang berurusan dengan karet itu harus betul-betul dikawal, sebeb sektor perkebunan karet telah terbukti menjadi penggerak ekonomi di Sumsel. Sementara untuk melakukan peremajaan karet tua yang mencapai 40 ribu hektare itu, dibutuhkan dana yang lumayan besar. Bila Rp 15 juta/hektar, maka Sumsel butuh Rp 60 miliar untuk peremajaan karet rakyat.

Disebutkan pula, karet di Sumsel yang mencapai 700 ribu ton, merupakan penyumbang 30 persen dari produksi nasional yang mencapai 2,1 juta ton.

Di Sumsel terdapat beberapa daerah penghasil karet andalan, yakni; Kabupaten Muara Enim, Musi Banyuasin, Musi Rawas, dan Banyuasin. Bahkan dari 14 kabupaten/kota yang ada, hanya Palembang yang tidak memiliki perkebunan karet. Begitu besarnya peran karet dalam perekonomian di Sumsel, membuat pemerintah di wilayah ini terus berusaha melakukan gerakan atau invoasi. Bahkan dalam waktu dekat ini Gubernur Sumsel Syahrial Oesman akan melakukan penandatanganan memarundum of understanding (MoU) atau nota kesepahaman soal "Gerakan Karet Bersih" dengan sekitar 20 pengusaha karet, yang melakukan kegiatan usaha di sepanjang Sungai Musi. Penandatanganan nota kesepahaman itu dilatarbelakangi faktor kebersihan, yakni untuk menjaga lingkungan Sungai Musi, agar bebas dari pencemaran limbah karet dari pabrik-pabrik yang melakukan aktivitas di seputar Sungai Musi, selain dalam upaya menjaga dan meningkatkan mutu karet Sumatera Selatan. Selain itu MoU tersebut bertujuan agar supaya petani dan pedagang memproduksi karet tak terkesan kotor. Gerakan karet bersih ini untuk pertama dilakukan di Sumsel.

sumber ; ida syahrul suara karya online

1 komentar:

jasa desain rumah mengatakan...

Daripada kerja kantoran atu bisnis lain. Kayanya orang indonesia lebih cocok usaha perkebunan, pertanian atau peternakan. Wong indonesia negara agraris!!! he..he...Salam kenal!!

Sponsor News


Jobs Online- Informasi Kerja Online
CO.CC:Free Domain

PageRank

eXTReMe Tracker