SATU per satu anggota DPR menjadi pesakitan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Ada yang sudah ditahan, ada pula yang masih leluasa masuk kantor atau mengikuti kunjungan kerja dan rapat komisi.
Dua kasus korupsi kini menimpa anggota dewan yang terhormat. Pertama, kasus aliran dana Bank Indonesia yang diterima anggota Komisi XI (sebelumnya Komisi IX). Kedua, kasus dugaan suap alih fungsi hutan oleh anggota Komisi IV. Satu lagi ditahan dalam kasus pengadaan alat pemadam kebakaran. Tapi itu dilakukan saat yang bersangkutan menjabat gubernur.
Kasus alih fungsi hutan di Bintan, Kepulauan Riau, dan Banyuasin, Sumatra Selatan, kian membenarkan bahwa proses legislasi di DPR memang bertaburan rupiah. Meski ditampik pimpinan fraksi, dielak pimpinan komisi, dan dibantah anggota dewan, satu per satu kasus mulai mengapung ke permukaan. Sepandai-pandai tupai meloncat sekali waktu terpeleset juga. Seapik-apik menyimpan bangkai akan tercium juga.
Komisi IV yang membidangi antara lain kehutanan seharusnya menjadi benteng alih fungsi hutan. Ternyata tidak. Mereka mudah meloloskan. Bahkan memberi lahan hutan lebih dari yang diminta. Anggota dewan ikut dalam barisan pemangsa hutan.
Anggota DPR ikhlas menggadaikan kehormatan demi rupiah. Mereka lebih mendengarkan panggilan rupiah daripada bisikan suara hati. Mereka mengutamakan pundi-pundi daripada kepentingan jangka panjang bangsa, negara, dan penyelamatan Bumi.
Mereka seakan tuli, tidak mendengarkan tuduhan dunia bahwa Indonesia adalah perusak hutan nomor satu. Mereka tidak peduli jeritan rakyat yang terancam banjir karena hutan hilang ribuan hektare setiap tahun.
Pengambilan keputusan di DPR tidak dilakukan perorangan. Ada fraksi dan ada pula komisi yang mengendalikan anggota. Jika keputusan diambil bersama, mustahil suap hanya untuk anggota tertentu. Nurani khalayak sudah lama mencurigai DPR dihinggapi korupsi kolektif.
Akal sehat masyarakat juga bertanya, apakah hanya seorang anggota Komisi IV menerima dana gratifikasi dalam alih fungsi hutan di Bintan? Apakah hanya dua anggota Komisi IV menerima dana serupa dalam alih fungsi hutan mangrove di Banyuasin? Dalam kasus Bintan sudah pula tertangkap Sekda Bintan yang diduga terlibat kasus suap. Lalu siapa donatur gratifikasi dalam kasus Banyuasin?
Kecurigaan bahwa proses legislasi sarat transaksi mendapat pembenaran dengan munculnya wacana pembubaran KPK oleh kalangan DPR. Dewan mulai tidak nyaman dengan gebrakan KPK yang membidik transaksi-transaksi legislasi di Senayan. Hanya seminggu setelah muncul wacana pembubaran KPK yang dilansir anggota Fraksi Partai Demokrat, ada anggota fraksi itu ditetapkan sebagai tersangka.
Kini masih ada tujuh permohonan alih fungsi lahan antre di Komisi IV DPR. Bagaimana komisi itu menyikapi permohonan tersebut? Tentu ada pelajaran yang mestinya dipetik dari Bintan dan Banyuasin.
Setelah hutan dibabat dan rupiah dihamburkan, kini saatnya menuai korban. Bukan hanya rakyat yang terancam banjir, melainkan juga orang-orang terhormat di Senayan satu per satu ditetapkan sebagai tersangka. Setelah Al Amin Nasution dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Sarjan Tahir dari Fraksi Partai Demokrat, siapa menyusul? Hanya KPK yang bisa menjawabnya.
sumber : media Indonesia
1 komentar:
mas mesujinya daerah mana???
gwe masih kuliah dan ini ada ide dari beberapa anak untuk memasukan komputer ke wilayah mesuji jadi biar daerah kita nantinaya gak gaptek terus mas......
ada ide gak mass???
aq lagi bikin proposal usahanya yang nantinya bisa disodorkan untuk pemodal dan pengusaha komputer. Yang aku butuhin deskripsi tentang prospek di wilayah mesuji, bisa bantu gak??
masalahnya komputer di tempat kita masih mahal banget mas...masak 2x sama di jogja......
sebarin ke anak2 lain ya mas turnboy@gmail.com
Posting Komentar